TRADISI LOKAL PAGANG GADAI DALAM MASYARAKAT MINAGKABAU

Authors

DOI:

https://doi.org/10.30983/islam_realitas.v1i1.6

Keywords:

Local Tradition, Pagang Gadai, Minangkabau Community

Abstract

The implementation of ‘pagang gadai’ in Minangkabau’s local tradition is the lending agreement by giving assurance to the borrower, as long as the debt is not paid yet, so the assurance is still held by the borrower. This tradition arose through the principle of communal land ownership in Minangkabau’s maternal lineage that communal land ownership is not a private poverty and it cannot be traded. Thus, this local tradition came from an agreement that the main purpose was to help people inside the community. Moreover, it also has social function because most of people who pawn and lien holder is still in one community, in one tribe, and in one region. Besides, Islam came to Minangkabau when the tradition of “pagang gadai†had been a habitual tradition from generation to generation. However, in some views this tradition is contrary to Islamic rules; whether the pawning materials can be used by the pawning receiver. Pelaksanaan pagang gadai dalam tradisi lokal adat Minangkabau adalah perjanjian pinjam meminjam dengan memberikan jaminan kepada si peminjam, selama hutung itu belum dibayar maka barang jaminan akan tetap berada di tangan si peminjam. Tradisi ini muncul di tengah prinsip kepemilikan tanah yang bersifat komunal dalam adat matrineal Minangkabau bahwa tanah milik komunal adalah tanah yang tidak dimiliki secara privat dan tidak boleh diperjualbelikan. Sehingga tradisi lokal pagang gadai ini timbul dari suatu perjanjian yang bersifat tolong menolong, berfungsi sosial, sebab kebanyakan orang yang mengadaikan dan si pemegang gadai adalah orang yang masih sekaum, sesuku, dan sejauh-jauhnya adalah senagari. Di samping itu, Islam masuk ke dalam masyarakat adat Minangkabau disaat tradisi pagang gadai telah menjadi kebiasaan turun temurun masyarakatnya. Namun dalam beberapa pandangan, tradisi pagang gadai ini terdapat pertentangan dengan apa yang diatur oleh hukum Islam. Pertentangan terjadi dalam hak apakah barang gadaian itu boleh dimanfaatkan oleh si penerima gadai.

Author Biography

Hasneni - Hasneni, IAIN Bukittinggi Jln Gurun Aua Kubang Putiah Agam Sumatera Barat

-

References

Al- Khatib, Asyarbaini, (1978), Mugni al Muhtaj Jilid II. Jakarta: Dal al Fikri.

Chairul, Anwar, (1997), Hukum Adat Indonesia. Meninjau Hukum Adat Minangkabau. PT. Bineka Cipta. Jakarta.

Harun, Nasroen, (2000), Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Suhendi, Hendi, (2000), Fiqh Muamalah. Jakarta: PT. Grafindo Persada.

Zuhdi, Masyfuk, (1997), Masail fiqhiyah. Jakarta: CV. Haji Masagung.

Moleong. Lexy. J., (2000), Metodelogi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosda Karya. Bandung.

Naim, Mochtar, (1968), Menggali Hukum Tanah dan Warisan Minangkabau, Padang: Center for Minangkabau Studies Press.

Navis. A.A., (1984), Alam Takambang Jadi Guru. Jakarta: Grafit Press.

Rachmat, Syafe’i, (2001), Fiqih muamalah. Bandung : Pusaka Setia.

Saraksi, Al (1982), Dar al Kitab Al Arabi. Beirut: Dar al-Fikr.

Sugiyono, (2010), Metode Penelitian Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Bandung : Alfabeta.

Umar, Ali Tasyarif dan Faisal Hamdan, (1978), Adat Dan Lembaga-Lembaga Hukum Adat Sumatra Barat. Badan Pembinaan Hukum Nasional dan Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Universitas Andalas. Padang.

Downloads

Published

2015-07-02

How to Cite

Hasneni, H. .-. (2015). TRADISI LOKAL PAGANG GADAI DALAM MASYARAKAT MINAGKABAU. Islam Realitas: Journal of Islamic and Social Studies, 1(1), 69–81. https://doi.org/10.30983/islam_realitas.v1i1.6

Issue

Section

Articles

Citation Check

Similar Articles

1 2 3 4 5 6 7 8 9 > >> 

You may also start an advanced similarity search for this article.