The Urgency of Recognizing out-of-Court Divorce in Banuhampu Sub-District from a Maslahah Perspective
Keywords:
Off Court Talak, Legal CertaintyAbstract
Hukum negara mengatur bahwa perceraian hanya sah jika dilakukan melalui Pengadilan Agama. Namun, di Banuhampu, banyak kasus talak di luar pengadilan tetap terjadi. Keyakinan masyarakat yang berbeda, sebagian meyakini talak sah secara agama, sementara lainnya percaya talak hanya sah jika dilakukan melalui pengadilan, menyebabkan kesewenang-wenangan beberapa suami dalam menjatuhkan talak di luar pengadilan. Kedua pandangan ini menciptakan ketidakpastian hukum dan merugikan hak-hak perempuan serta anak. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang mengakui sahnya talak di luar pengadilan asalkan dilaporkan ke Pengadilan Agama, menjadi landasan pengakuan talak di luar pengadilan. Penelitian ini mengkaji latar belakang talak di luar pengadilan di Banuhampu dan bagaimana pengakuan terhadap talak di luar pengadilan dapat memberikan kemaslahatan. Menggunakan pendekatan kualitatif, data primer diperoleh melalui wawancara mendalam dengan pihak terkait dan tokoh masyarakat, sementara data sekunder dikumpulkan dari sumber relevan. Analisis data dilakukan dengan pengelompokan, penggabungan, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengakuan talak di luar pengadilan, melalui pendekatan maslahah mursalah, memenuhi tiga syarat: membawa manfaat rasional, tidak bertentangan dengan syariat, dan melindungi pihak terdampak seperti istri dan anak. Meskipun bukan kebutuhan primer, pengakuan talak termasuk dalam kategori hajiyyat yang penting untuk menyelesaikan masalah perceraian di Banuhampu. Bagi tokoh masyarakat, pengakuan talak melalui pengadilan menyelaraskan hukum agama dengan hukum negara, menciptakan kepastian hukum, melindungi hak perempuan dan anak, serta mencegah konflik di masa depan.
Abstract
Hukum negara mengatur bahwa perceraian hanya sah jika dilakukan melalui Pengadilan Agama. Namun, di Banuhampu, banyak kasus talak di luar pengadilan tetap terjadi. Keyakinan masyarakat yang berbeda, sebagian meyakini talak sah secara agama, sementara lainnya percaya talak hanya sah jika dilakukan melalui pengadilan, menyebabkan kesewenang-wenangan beberapa suami dalam menjatuhkan talak di luar pengadilan. Kedua pandangan ini menciptakan ketidakpastian hukum dan merugikan hak-hak perempuan serta anak. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang mengakui sahnya talak di luar pengadilan asalkan dilaporkan ke Pengadilan Agama, menjadi landasan pengakuan talak di luar pengadilan. Penelitian ini mengkaji latar belakang talak di luar pengadilan di Banuhampu dan bagaimana pengakuan terhadap talak di luar pengadilan dapat memberikan kemaslahatan. Menggunakan pendekatan kualitatif, data primer diperoleh melalui wawancara mendalam dengan pihak terkait dan tokoh masyarakat, sementara data sekunder dikumpulkan dari sumber relevan. Analisis data dilakukan dengan pengelompokan, penggabungan, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengakuan talak di luar pengadilan, melalui pendekatan maslahah mursalah, memenuhi tiga syarat: membawa manfaat rasional, tidak bertentangan dengan syariat, dan melindungi pihak terdampak seperti istri dan anak. Meskipun bukan kebutuhan primer, pengakuan talak termasuk dalam kategori hajiyyat yang penting untuk menyelesaikan masalah perceraian di Banuhampu. Bagi tokoh masyarakat, pengakuan talak melalui pengadilan menyelaraskan hukum agama dengan hukum negara, menciptakan kepastian hukum, melindungi hak perempuan dan anak, serta mencegah konflik di masa depan.
Abstract
Write State law stipulates that divorce is only valid if it is done through the Religious Court. However, in Banuhampu, many cases of off court divorce continue to occur. The different beliefs of the community, with some believing that divorce is valid religiously, while others believe that divorce is only valid if done through the courts, has led to the arbitrariness of some husbands in imposing divorce outside the courts. Both views create legal uncertainty and harm the rights of women and children. The Indonesian Ulema Council (MUI) issued a fatwa recognizing the validity of off court divorce as long as it is reported to the Religious Court, providing a foundation for the recognition of out-of-court divorce. This study examines the background of off court talak in Banuhampu and how the recognition of off court talak can provide benefits. Using a qualitative approach, primary data was obtained through in-depth interviews with relevant parties and community leaders, while secondary data was collected from relevant sources. Data analysis was conducted by grouping, combining, and drawing conclusions. The results show that off court talak recognition, through the maslahah mursalah approach, fulfills three conditions: bringing rational benefits, not contradicting the Shari'ah, and protecting affected parties such as wives and children. Although it is not a primary need, divorce acknowledgment falls into the category of hajiyyat which is important for resolving divorce issues in Banuhampu. For community leaders, divorce recognition through the court harmonizes religious law with state law, creates legal certainty, protects the rights of women and children, and prevents future conflicts.

