Esensi Tenggang Waktu Sidang Ikrar Talak di Pengadilan Agama Bukittinggi

Authors

  • Rahmiati Rahmiati Institu Agama Islam Negeri Bukittinggi
  • Elfiani Elfiani Institu Agama Islam Negeri Bukittinggi

DOI:

https://doi.org/10.30983/alhurriyah.v5i2.3295

Keywords:

Essention, Grace Periode, Divorce Pledge, Religious Court

Abstract

This research is motivated by the decree in article 70 of Law act. 7 of 1989 regarding of the Religious Courts which regulates a grace period of 6 (six) months for witnessing a divorce pledge trial at the Religious Court. of setting this rule. The purpose of this study is to determine the implementation of the talak pledge trial at the Bukittinggi Religious Court as well as to know the wisdom of determining the 6 (six) month grace period for pronouncing the divorce vows by the husband against the wife in front of the Religious Court. This paper uses descriptive field research methods within the framework of qualitative analysis from data sources of observation, interviews and literature. The results of research and analysis found that the implementation of the pledge trial at the Bukittinggi Religious Court was carried out after the decision on the divorce divorce case had permanent legal force (inkracht), that is, if there was no ordinary legal remedy against the verdict. The time limit given to carry out the divorce pledge at the trial after the verdict with incraht is six months after the date of the divorce pledge trial is determined. The wisdom from determining a grace period of 6 (six) months for the husband to pledge his divorce is; First, to give the husband the opportunity to think about reviewing the decision to divorce his wife. Second, protection of the rights of women (wives). In this case, the husband is given the opportunity within this grace period to fulfill the rights of the wife who is demanded in court and decided by the panel of judges.


Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ketentuan dalam Pasal 70 UU No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang mengatur tenggang waktu 6 (enam) bulan untuk penyaksian sidang ikrar talak di Pengadilan Agama. Aturan ini sejatinya tidak ditemukan di dalam kajian fiqh, namun secara fungsi belum terungkap kegunaan dari penetapan aturan ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan sidang ikrar talak di Pengadilan Agama Bukittinggi sekaligus mengetahui hikmah dari penetapan tenggang waktu 6 (enam) bulan untuk pengucapan ikrar talak oleh suami terhadap isteri dihadapan sidang Pengadilan Agama. Tulisan ini menggunakan metode penelitian lapangan yang bersifat deskriptif dalam kerangka analisis kualitatif dari sumber data observasi, wawancara dan literatur. Hasil penelitian dan analisa ditemukan bahwa pelaksanaan sidang ikrar talak di Pengadilan Agama Bukittinggi dilakukan setelah keputusan perkara cerai talak mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht), yaitu apabila terhadap putusan tersebut tidak adalagi upaya hukum biasa. Tenggang waktu yang diberikan untuk melaksanakan ikrar talak di Persidangan setelah putusan Berkekuatan Hukum Tetap (BHT) adalah enam bulan sejak penetapan hari sidang ikrar talak. Hikmah dari penetapan tenggang waktu 6 (enam) bulan bagi suami untuk mengikrarkan talaknya adalah; Pertama, untuk memberikan kesempatan berpikir kepada suami guna mengkaji ulang keputusan menceraikan isterinya. Kedua, Perlindungan terhadap hak-hak perempuan (isteri). Dalam hal ini, suami diberi kesempatan dalam tenggang waktu tersebut, untuk memenuhi hak-hak isteri yang dituntut di persidangan dan diputuskan oleh majelis hakim. Tujuan utama dari ketentuan tenggang waktu untuk ikrar talak adalah untuk mempersulit terjadinya perceraian dan kemaslahatan terhadap suami (pemohon) dan isteri (termohon).


References

Abustam, H. “Pelaksanaan Ikrar Talak di Hadapan Sidang Pengadilan Agama (Suatu Tinjauan Filsafat Hukum Islam).†Al-Risalah: Jurnal Hukum Keluarga Islam 2, no. 2 (2016): 161.

al-Ma’lufy, Abu Luis. al-Munjid fi al-Lughah. Beirut: Dar al Masyraiq, Katholikiyah, 1977.

al-Jaziri, Abdurrahman. al-Fiqh Ala Mazahibul Arba’ah, Juz IV. Mesir: al-Maktabah al-Tijaniyah al-Kubra, 1969.

al-Kahlani, Muhammad bin Ismail. Subulus Salam Syarah Bulughul Maram. Jakarta Timur: Darus Sunnah Press, 1926.

Asmara, Musda dan Reti Andira. “Urgensi Talak di Depan Sidang Pengadilan Perspektif Maslahah Mursalah.†Al-Istinbath: Jurnal Hukum Islam 3, no.2 (2018): 208.

Bakri, Nurdin dan Antoni. “ Talak di Luar Pengadilan Menurut Fatwa Mpu Aceh No. 2 tahun 2015 tentang Talak.†Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam 1, no. 1 (2017): 53.

Barmawi, Mohamad. “Ikrar Talak Pengadilan Agama (Analisis Atas Istinbath Hukum Pengadilan Agama tentang Sahnya Perceraian).†Jurnal Qolamuna 1, no, 2 (2016): 196.

Fikri, Saidah, Aris dan Wahidin. “ Contextualization of Divorce Through Fiqh and National Law In Indonesia.†Al-Ulum 19, no. 1 (2019): 155.

Makinudin, “ Ikrar Talak Di depan Sidang Pengadilan Agama (Analisis Penerapan Kaidah Tafsir ‘Amr dan ‘Am).†Al-Hukama: The Indonesian Journal of Islamic Family Law 1, no.1 (2011): 76.

Manan, Abdul dan M. Fauzan. Pokok-Pokok Hukum Perdata Wewenang Peradilan Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.

Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1997.

Nuruddin, Amiur. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006.

Syaifuddin, Muhammad. Hukum Perceraian. Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2013.

Syar’i, Makmun. “Reformulasi Hukum Talak Di Luar Pengadilan.†Mazahib: Jurnal Pemikiran Hukum Islam 14, no.1 (2015): 69.

Informan

Elzawarti, Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Bukittinggi

Martias, Hakim Pengadilan Agama Bukittinggi

Downloads

Submitted

2020-06-11

Accepted

2020-12-16

Published

2020-12-31