PLURALISME DI TENGAH MASYARAKAT SANTRI MINANG SEBUAH PENGENALAN PLURALITAS LOKAL DI SUMATERA BARAT

Local Pluralism ‘Santry’ Society Minangkabau

Authors

June 21, 2015
July 2, 2015

Downloads

The diversity of religious life in West Sumatra and Padang generally, is not different from the other regions in Indonesia which runs with a commitment to freedom of religion. Religious tolerance shown by the local community over the other religions, in the limits for other religions does not disturb and interfere with their religion. Although majority of the Minang community with Islam as their religion but there should not be a case of oppression or exclusion of other religions. This principle is upheld and into the control of social behavior in social life. Understanding of the local community in the city of Padang on the concept of religious pluralism was different from the concept of MUI and liberal groups. People understand not in the frame of theoretical pluralism, but rather the practical significance and applicable. Principally, Islam in Minangkabau is known as egalitarian society. It is an open advice to anyone through local value (dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung) and then expressed through a model of tolerance that is packaged in a cultural figure or more precisely the formula of social relationships naturally. Keragaman hidup beragama di Sumatera Barat dan Kota Padang umumnya tidak berbeda dengan daerah lain di Indonesia yang berjalan dengan sebuah komitmen akan kebebasan beragama. Toleransi beragama yang diperlihatkan oleh masyarakat lokal lebih kepada agama lain dalam batasan selama agama-agama lain tidak menganggu dan mencampuri agama mereka. Meski masyarakat Minang adalah kelompok mayoritas dengan Islam sebagai agama mereka namun tidak boleh ada kasus penindasan atau pengucilan terhadap agama lain. Prinsip ini dipegang erat dan menjadi kontrol terhadap perilaku sosial dalam hidup bermasyarakat. Pemahaman masyarakat lokal di Kota Padang tentang konsep pluralisme agama ternyata berbeda dari konsep MUI maupun kelompok liberal. Masyarakat memahami pluralisme tidak dalam bingkai teoritis tetapi lebih kepada makna praktis dan aplikatif. Pada Prinsipnya, Islam di Minangkabau dikenal sebagai masyarakat yang egaliter. Untuk konteks anjuran terbuka kepada siapapun melalui nilai lokal (dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung) kemudian diekspresikan melalui model toleransi yang dikemas dalam sosok kultural atau lebih tepatnya formula hubungan -hubungan sosial secara natural.